Kliping

Mencari Jalan untuk Bus Tua

Tahun 2016 bisa menjadi tahun penghabisan bagi bus ukuran sedang di Jakarta. Sebab, 94,4 persen dari 3.301 bus harus pensiun karena telah berusia lebih dari 10 tahun, sementara “nyawa” 182 bus sisanya tinggal menghitung bulan. Pemerintah kukuh membatasi usia, sementara pengusaha kelabakan meremajakan dan memenuhi syarat perubahan.

Pasal 51 Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Tahun 2014 tentang Transportasi menjadi pangkal soal. Pasal itu mengatur bahwa masa pakai kendaraan bermotor umum, baik bus ukuran besar, sedang, maupun kecil, dibatasi paling lama 10 tahun. Pemilik wajib meremajakan kendaraan paling lama 12 bulan sejak perda berlaku dan dapat diperpanjang paling lama 6 bulan jika kondisi kendaraan masih layak jalan.

Ketentuan berlaku sejak perda itu diundangkan tanggal 29 April 2014. Dengan dasar itu, Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta gencar merazia bus-bus tua yang masih beroperasi di jalanan.

Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI Jakarta sejalan dengan dinas perhubungan. Dengan berpedoman perda tersebut, instansi penerbit izin ini tidak lagi memperpanjang kartu izin usaha (KIU) dan kartu pengawasan (KP) bagi kendaraan berumur lebih dari 10 tahun. KIU dan KP adalah syarat operasi angkutan umum selain pajak kendaraan, surat tanda nomor kendaraan, dan hasil uji kelayakan atau kir.

Pinjaman Online Baca juga: Erek erek 2d Bergambar Lengkap

Lebih dari 1.600 bus ukuran sedang berakhir izin operasinya tahun lalu. Mayoritas di antaranya metromini. Para pemiliknya menggugat Surat Keputusan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nomor 159 Tahun 2014 tentang Izin Trayek ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sesuai SK itu, setiap bus yang belum memperpanjang izin kir atau surat pengujian kendaraan bermotor (SPKB) akan dicabut izin trayeknya. Dinas perhubungan melayangkan tiga surat peringatan kepada pemilik bus untuk memperbaiki, menguji kelayakan, dan memenuhi syarat administrasi, serta toleransi pengurusan SPKB delapan bulan sejak Juni 2013. Namun, para pemilik bus mengatakan waktunya yang terlalu singkat.

Baca juga :  Dukcapil Jaksel Baru Terapkan Kartu Identitas Anak di RSUD Pasar Minggu

Pada 2 Desember 2015, Majelis Hakim PTUN Jakarta yang diketuai Haryati menolak gugatan pemilik metromini. Salah satunya karena dinas perhubungan telah memberikan waktu bagi pemilik bus mengurus dokumen dan kelengkapan bus, tetapi tak dipenuhi hingga batas waktu Februari 2014. Mereka lalu banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

“Ganti baju”

Sejak polemik soal SK itu, pencabutan izin trayek berlanjut. Terhitung sejak 1 Januari 2016, berpedoman pada Perda No 5/2014, BPTSP DKI Jakarta tidak lagi mengeluarkan KIU dan KP untuk kendaraan umum berumur lebih dari 10 tahun. Pelan tapi pasti, bus tua menghilang dari jalanan Ibu Kota.

Situasi bus ukuran sedang paling parah dibandingkan bus besar atau bus kecil. Data dinas perhubungan, peremajaan bus besar dan kecil terbilang jalan ketimbang bus sedang, yakni Metro Mini, Kopaja, Kopami, Koantas Bima, dan Dian Mitra. Selama lima tahun terakhir, hanya ada 144 armada baru dari lima operator bus sedang itu.

Para pemilik bus kalang kabut. Sebagian sopir dan kernet menganggur karena bus tidak bisa lagi beroperasi. Andi (45), sopir metromini S640 rute Pasar Minggu-Tanah Abang, menyebutkan, jika tahun lalu ada 124 bus masih jalan di rute Pasar Minggu-Tanah Abang, kini tak lebih dari 40 bus. “Banyak teman (sopir) yang menganggur,” ujarnya.

Akibat kehilangan sumber penghasilan, tak sedikit mantan sopir atau kernet yang terpaksa utang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Ada yang sampai digugat cerai istrinya karena tak ada penghasilan lagi,” kata Ahmad Sucipto (40), pemilik armada metromini trayek T42 Pulogadung-Pondok Kopi.

Namun, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tetap mendorong operator berbenah. Dia minta seluruh pelaku usaha mendaftarkan diri sebagai operator penyedia jasa di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Pendaftaran itu menjadi syarat bergabung ke PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). “Kalau tidak mau (berubah), saya tinggal,” kata Basuki.

Baca juga :  Membeli Ruang Udara di Ibu Kota

Bagi Basuki, tak ada cara yang lebih efektif untuk membenahi angkutan umum Jakarta kecuali dengan mengintegrasikan pengelolaan dan menerapkan standar pelayanan minimal. Selain integrasi operasi, cara itu memudahkan pemerintah menyubsidi pengguna angkutan umum karena semua terukur.

Sayangnya, kecuali Kopaja, operator bus sedang lain tidak siap memenuhi rekomendasi. Penyebabnya, ada karena perseteruan di internal organisasi, ada pula karena keterbatasan modal. Sampai pertengahan Maret 2016, baru Kopaja tercatat di katalog LKPP dan berkontrak dengan PT Transjakarta.

Sejumlah pemilik angkutan mencari celah. Beberapa pemilik metromini, misalnya, mengadu ke Basuki dan meminta difasilitasi. Basuki pun mendorong sopir dan kernet eks metromini ikut seleksi untuk sopir dan petugas transjakarta. Ia juga merekomendasikan “ganti baju” membentuk badan usaha baru untuk memenuhi syarat LKPP.

Sebagian pemilik metromini lalu membentuk Koperasi Metropolitan Jakarta. PT Transjakarta juga mencari terobosan agar pelaku usaha angkutan tetap bisa berkiprah di pola baru transportasi Jakarta. Namun, upaya itu belum berhasil.

Revisi

Pasal 51 Perda No 5/2014 memang bagai simalakama. Maju kena, mundur kena. Jika diterapkan, ribuan sopir, kernet, dan pemilik angkutan bakal menganggur dan kehilangan pendapatan. Namun, jika tidak dilaksanakan, entah apa jadinya. “Apa guna aturan jika tidak dilaksanakan,” kata Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Andri Yansyah.

Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) mendesak revisi perda. Sebab, selain membuat pelaku usaha kehilangan sumber penghidupan, penerapan aturan dalam tempo singkat dikhawatirkan mengganggu layanan. Menurut Ketua Organda DKI Jakarta Safruhan Sinungan, 60 persen tidak bisa operasi jika aturan soal batas usia kendaraan diterapkan secara penuh.

Andri mempersilakan Organda dan siapa saja mendorong revisi perda. Namun, selama perda belum berubah, jangan menghalangi pihaknya menegakkan aturan. Publik berhak dilayani angkutan yang baik.

Baca juga :  Bantaran Krukut Mulai Disisir

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Ellen Tangkudung berpendapat, aturan soal batas usia harus mempertimbangkan kelayakan kendaraan berdasarkan pola operasi, perawatan, dan hasil pengujian. Namun, pembatasan usia tetap perlu bagi Jakarta untuk memastikan armada angkutan prima.

(MUKHAMAD KURNIAWAN)

Artikel terkait

Leave a Reply

Back to top button